Dulu vs Sekarang: Bedanya Ramadhan Anak 90-an dan Generasi Digital

Ilustrasi anak 90-an

Ali Zain Aljufri - Dulu, ketika bulan Ramadhan tiba, anak-anak 90-an sibuk menandai kalender dengan spidol warna-warni, menghitung hari menuju Lebaran. Setelah berbuka dengan teh manis dan kolak pisang, mereka bergegas ke masjid untuk Tarawih, bukan karena wajib, tapi karena ada keseruan bermain petasan dan bercanda dengan teman-teman.

Sekarang? Anak-anak generasi digital berbuka sambil scrolling media sosial, memposting momen iftar dengan filter aesthetic, dan mengikuti kajian online dari layar gadget mereka. Tarawih? Bisa di rumah, sambil mendengarkan podcast islami.

Dunia telah berubah. Tapi, benarkah suasana Ramadhan masih sama?

Related: loading

1. Suasana Sahur: Bangun Pakai Alarm atau Notifikasi?

Bangun Pakai Alarm atau Notifikasi?
Ilustrasi: Bangun pakai alarm atau notifikasi?

Anak 90-an

  1. Sahur adalah momen yang penuh perjuangan. Orang tua harus membangunkan anak-anak dengan mengguncang tubuh mereka atau menyalakan TV keras-keras.
  2. Acara sahur favorit? “Para Pencari Tuhan” atau kartun Islami seperti “Lorong Waktu” yang menemani makan sahur dengan cerita-cerita penuh hikmah.
  3. Kalau terlalu mengantuk, air dingin jadi senjata terakhir biar langsung segar!

Generasi Digital

  1. Notifikasi alarm dari smartphone yang berbunyi, tapi akhirnya di-snooze berkali-kali.
  2. Pilihan hiburan lebih luas, dari YouTube, TikTok, hingga podcast kajian islami.
  3. Tak perlu repot memasak, aplikasi pesan antar makanan siap menyelamatkan.

2. Ngabuburit: Main di Lapangan vs Scrolling Media Sosial

Main di Lapangan vs Scrolling Media Sosial
Ilustrasi: Main di Lapangan vs Scrolling Media Sosial

Anak 90-an

  1. Ngabuburit adalah waktu sakral. Anak-anak berlarian ke lapangan, bermain bola atau kejar-kejaran sampai adzan Maghrib.
  2. Beli takjil di pasar tradisional dengan uang saku seadanya.
  3. Main sepeda keliling kampung sambil menghitung menit menuju berbuka.

Generasi Digital

  1. Ngabuburit lebih banyak dihabiskan dengan scrolling TikTok, YouTube Shorts, atau Instagram Reels.
  2. Bisa ngabuburit virtual! Live streaming kajian, Q&A ustadz favorit, atau diskusi via grup WhatsApp.
  3. Pilihan takjil? Tinggal klik aplikasi online, makanan favorit langsung diantar ke rumah.

3. Tarawih: Masjid Penuh vs Live Streaming Kajian

Masjid Penuh vs Live Streaming Kajian
Ilustrasi: Masjid Penuh vs Live Streaming Kajian

Anak 90-an

  1. Tarawih adalah ajang bermain, bukan sekadar ibadah. Anak-anak datang ke masjid, tapi sering kali lebih sibuk main kelereng di halaman.
  2. Hafalan surat pendek ditingkatkan, biar bisa ikut shalat lebih cepat di rakaat-rakaat akhir.
  3. Ada fenomena Tarawih kilat, imam membaca surat pendek dalam hitungan detik.

Generasi Digital

  1. Ada opsi Tarawih di rumah, cukup buka live streaming dari masjid besar di Makkah atau Madinah.
  2. Bisa mengikuti kajian online sebelum dan sesudah shalat, tanpa perlu keluar rumah.
  3. Beberapa masjid tetap ramai, tapi lebih banyak orang yang memilih beribadah secara fleksibel.

4. Lebaran: Kartu Ucapan vs Stiker WhatsApp

Lebaran: Kartu Ucapan vs Stiker WhatsApp
Ilustrasi Lebaran: Kartu Ucapan vs Stiker WhatsApp

Anak 90-an

  1. Anak-anak sibuk membeli kartu ucapan Lebaran, menulis pesan dengan pulpen warna-warni, lalu mengirimnya lewat kantor pos.
  2. THR diberikan dalam bentuk uang kertas yang dilipat rapi di dalam amplop Lebaran.
  3. Mudik terasa lebih dramatis, dengan perjalanan panjang menggunakan bis ekonomi atau kereta api penuh sesak.

Generasi Digital

  1. Ucapan Lebaran? Tinggal kirim stiker WhatsApp atau video ucapan otomatis.
  2. THR bisa langsung ditransfer via e-wallet, tidak perlu amplop lagi.
  3. Mudik tetap ada, tapi dengan teknologi, perjalanan lebih nyaman dan mudah dipantau.

5. Statistik: Perubahan Perilaku Generasi di Bulan Ramadhan

Statistik: Perubahan Perilaku Generasi di Bulan Ramadhan
Ilustrasi: Perubahan Perilaku Generasi di Bulan Ramadhan

Menurut survei dari We Are Social & Hootsuite (2023):

  1. 83% anak muda lebih banyak menggunakan media sosial selama Ramadhan.
  2. 67% lebih memilih mendengarkan kajian agama online dibanding datang langsung ke masjid.
  3. 55% mengatakan bahwa Ramadhan sekarang terasa lebih praktis, tetapi kurang terasa kebersamaannya dibanding era 90-an.

6. Kesimpulan: Mana yang Lebih Baik?

Setiap generasi punya caranya sendiri dalam menjalani Ramadhan. Anak 90-an menikmati momen kebersamaan yang lebih nyata, sedangkan generasi digital memanfaatkan teknologi untuk memperdalam ibadah dengan cara baru.

Namun, ada satu hal yang tak boleh berubah: esensi Ramadhan sebagai bulan refleksi, ibadah, dan kebersamaan. Bagaimana dengan Anda? Lebih suka Ramadhan ala 90-an atau era digital?

Ali Zain Aljufri
Ali Zain Aljufri Motivator di Komunitas Ngopi Cangkir

Post a Comment

Ruang Khusus Iklan