Ruang Khusus Iklan 970 px × 90 px

Mengapa Haul Habib Salim & Habib Abdurrahman Meninggalkan Jejak Mendalam di Jiwa?

Table of Contents
Haul Pelem

Ali Zain Aljufri - Beberapa pagi terasa membosankan, berlalu dengan cepat dan tidak mempengaruhi apa pun. Terkadang, pagi hari tidaklah sama. Beberapa pagi ada pesan, cahaya dan bayangan yang membuat hati terasa sedih dan tak ingin bahagia lagi.

Itulah yang saya rasakan di Ahad pagi, 25 Jumadil Ula 1447 H, saat langkah kaki membawa saya ke tempat yang penuh keberkahan. Hari baru saja dimulai, matahari belum terlalu terik dan masih ada sisa air di dedaunan. Masyarakat berdatangan untuk mengikuti “Haul ke-8 Al Habib Salim bin Abdullah As-Syatiri” dan “Haul ke-5 Al Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Thohir Ba’abud”.

Peristiwa yang terjadi hari itu sangat sulit dijelaskan. Masyarakat terlihat damai, seolah-olah ada keyakinan di tangan mereka. Keluarga besar Al Habib Muhammad bin Thohir Ba’abud (yang merupakan salah satu ulama’ asli Yaman) hadir dalam acara tersebut. Mereka membuat suasana terasa nyaman dan akrab, layaknya keluarga ulama’ Tarim pada umumnya. Momen tersebut juga menyebutkan beberapa orang yang hadir pada majelis tersebut: jama’ah dari Jalsatul Itsnain Anwarus Sholihin, Majelis RoSho (Rotib dan Sholawat), Majelis Burdah dan Alumni PP Raudhatul Hasanain yang berasal dari berbagai tempat di eks Karesidenan Mataraman (Plat AG dan AE).

Tujuan mereka adalah mengingat, mendo’akan dan meniru. Mereka ingin merasakan cinta kedua sosok yang telah menghadap Allah.

Perlu diketahui, haul ini dilaksanakan dua bulan sebelum “Haul Pelem” yang rutin dilaksanakan pada hari Ahad pertama bulan Rajab. Ibaratnya ini adalah acara yang mempersiapkan jiwa, membuka hati dan mengingatkan kita sebelum hadir pada haul yang lebih besar. Haul ini adalah awal yang baik, yaitu mempersiapkan pikiran dan hati untuk menghadapi waktu spiritual Rajab, yang merupakan waktu istimewa bagi banyak orang yang mencintai dan ingin belajar lebih banyak tentang Tuhan.

Saya mengajukan pertanyaan sederhana namun penting sambil duduk bersama orang-orang yang datang. Apa yang membuat kedua sosok tersebut begitu berpengaruh dan berkesan bagi banyak orang?

Jawabannya bukan dalam kalimat-kalimat panjang, melainkan dalam momen-momen kecil yang butuh waktu untuk dipahami, dalam nasehat-nasehat lembut, dan dalam kehidupan dua insan mulia yang ibarat cahaya.

1. Haul: Cermin Spiritual dan Rumah bagi Hati

Cuplikan live streaming
Dokumentasi: Live streaming acara Haul © Rauha TV

Bagi sebagian orang, haul tersebut mungkin tampak seperti acara tahunan biasa. Bagi yang pernah belajar di pesantren, haul adalah tempat dimana kita bisa melihat diri kita dengan jernih dan memikirkan nilai-nilai dan tujuan hidup kita.

Orang-orang merasakan getaran lembut di dada mereka ketika mendengar lantunan do’a dan nama kedua sosok tersebut. Kami merasa seperti disambut pulang ke asal kami: pulang kepada adab, pulang kepada ketenangan, pulang kepada jalan ilmu yang pernah kita tempuh.

Inilah ilmu yang tidak bisa dibeli! Haul bukan sekedar mengenang orang yang sudah meninggal, namun menghidupkannya kembali dengan nilai-nilai yang diajarkannya. Al Habib Salim bin Abdullah As-Syatiri dan Al Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Thohir Ba'abud merupakan contoh sosok yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad ï·º.

2. Al Habib Salim As-Syatiri: Cinta Ilmu yang Tidak Pernah Padam

Habib Salim bin Abdullah As-Syatiri
Ilustrasi: sebuah karya dari penulis dengan foto asli Al Habib Salim bin Abdullah As-Syatiri

Pecinta ulama’ dan para penuntut ilmu Rubat Tarim mengenang Habib Salim sebagai “sosok yang hidupnya dihiasi ilmu.” Beliau (kata para murid) tidak pernah letih belajar. Tidak pernah jemu mengamalkan. Tidak pernah ragu mengajarkan.

Ilmu bagi Habib Salim bukan sekedar kewajiban, bukan sekedar tradisi, bukan sekedar gengsi. Hidup bergantung pada pengetahuan, yang memberi kemampuan untuk bertindak, bernalar, merasakan dan bernapas.

Beliau adalah orang yang langka dan berharga di tengah dunia yang sibuk dan terlalu bising, di mana orang banyak bicara tapi banyak lupa. Beliau lebih suka belajar tentang sesuatu daripada disukai banyak orang. Beliau ingin tahu mengapa sesuatu terjadi, bukan mencari alasannya.

Beliau sangat dicintai oleh para pecinta ilmu karena beliau memberikan nasehat yang tidak hanya membuat mereka berpikir, namun juga membuat mereka merasakan.

Ketika menceritakan kisah hidup beliau, orang-orang di majelis menarik napas dalam-dalam. Seseorang membungkuk. Seseorang mengusap matanya. Mereka memejamkan mata dan mengingat guru mereka dengan baik.

Hikmah dari sosok beliau yang terekam dalam catatan saya pagi itu diantaranya:

  • Belajarlah sebelum Anda berbicara.
  • Praktikkan sebelum Anda mengajar.
  • Dan cintailah ilmu lebih dari pada kamu menyukai pujian.

Sebab cinta ilmu yang sejati (seperti yang dicontohkan oleh Habib Salim) akan melahirkan ketenangan, keluasan dan kelembutan.

3. Al Habib Abdurrahman Ba’abud: Lembut dalam Tutur, Tegas dalam Syari’at

Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Thohir Ba’abud
Ilustrasi: sebuah karya dari penulis yang menggunakan foto Al Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Thohir Ba’abud

Jika Habib Salim adalah simbol cinta ilmu, maka Habib Abdurrahman Ba’abud adalah simbol keseimbangan antara kelembutan dan ketegasan.

Beliau berbicara pelan, dengan suara yang membuat orang merasa nyaman. Beliau tersenyum lembut, sehingga orang yang hadir merasa dihargai. Beliau merangkul, sehingga murid-murid merasa punya rumah.

Beliau tidak goyah atau berubah pendirian ketika menghadapi kejahatan atau tindakan yang bertentangan dengan syari’at. Ketegasannya bukan sekedar marah atau keras kepala. Beliau baik dan lembut. Menunjukkan kebaikan kepada santri agar mereka tidak merasa sendirian. Menunjukkan kebaikan kepada orang lain agar mereka tidak melupakan tugasnya.

Beliau adalah orang yang baik dan lemah lembut yang selalu mengikuti syari’at Islam.

Sosok Habib Abdurrahman berwibawa karena lembut sekaligus tegas. Beliau tidak bertindak terlalu lembut atau terlalu keras, tapi tepat. Saya menulis beberapa hal di catatanku hari itu:

“Jika kelembutannya tidak menyentuhmu, maka keteguhannya akan menyadarkanmu. Allah bisa memberi petunjuk kepada kita dengan perkataan orang yang Dia cintai.”

Wajar jika haul beliau selalu dirindukan setiap yang mengenal. Rindu pada nasihat yang menegur namun tidak menyakitkan. Rindu pada adab yang halus namun kuat.

4. Dua Sosok, Dua Arah, Satu Cahaya

Habib Salim As-syatiri dan Habib Abdurrahman Baabud
Ilustrasi: Habib Salim dan Habib Abdurrahman dalam satu suasana karya penulis

Dua hal yang saya lihat berbeda, tetapi keduanya mempunyai hal-hal positif untuk disampaikan. Habib Salim mengajarkan cara mencari dan memelihara ilmu. Habib Abdurrahman mengajarkan bagaimana membuat hati menjadi lebih lembut dan tidak kaku.

Yang satu menguatkan akal. Yang satu menguatkan hati. Dua guru, dua warna, dua pendekatan. Satu cahaya yang sama: cahaya menuju Allah.

Kedua sosok ini tidak hanya berkesan, tapi juga inspiratif. Beliau semua menunjukkan kepada kita bagaimana hidup dengan kebijaksanaan dan kasih sayang.

5. Haul Ini Adalah Rumah: Tempat Para Murid Pulang

Suasana Haul
Dokumentasi: kedatangan Al Habib Musthofa bin Muhammad bin Thohir Ba’abud beserta para putra beliau © Rauha TV

Suasana pagi hari tersebut bukan sekadar peristiwa kenang-kenangan. Ini adalah rumah bagi banyak orang. Alumni PP Al-Khairiyah Kediri, Alumni PP Raudhatul Hasanain, pecinta habaib, pelajar dan masyarakat umum kembali bertemu dalam satu majelis. Mereka berdo’a bersama, berzikir bersama dan duduk bersama. Ada yang datang membawa rindu, ada yang datang membawa masalah hidup, ada yang datang membawa harapan baru.

Dan dalam hati mereka, momen ini ibarat pelukan lembut yang seolah berkata:

“Kamu tidak sendirian. Dulu gurumu telah membantumu, dan sekarang kamu terbantu oleh do’a dan teladan mereka.”

Majelis ini merupakan tempat dimana orang-orang yang sedang lelah dapat merasa nyaman. Ini adalah awal yang baik untuk bulan Rajab, karena ini adalah awal dari bulan yang lebih besar dan cerah.

Haul ini menceritakan, sebelum berangkat ke acara besar di Rajab, persiapkan dulu hatimu di Jumadil Ula. Lembutkan dia! Tenangkan dia! Atur dia! Saat menghadiri acara besar, hendaknya tidak hanya membawa badan saja, namun juga membawa hati yang terbuka untuk mendapatkan hal-hal baik.

6. Catatan Hikmah: Apa yang Saya Bawa Pulang?

Ali Zain Aljufri
Ilustrasi: penulis sedang berada di acara Haul di India karya AI

Setelah acara selesai, saat matahari mulai meninggi, saya berjalan perlahan meninggalkan lokasi haul. Ada rasa hangat yang tertinggal. Ada sesuatu yang berubah dalam diri, meskipun tidak sepenuhnya bisa diterjemahkan dalam kata-kata. Berikut beberapa hikmah yang saya catat dalam jurnal pagi itu:

  1. Cinta ilmu adalah fondasi keteguhan. Habib Salim adalah buktinya.
  2. Kelembutan harus berjalan bersama ketegasan. Habib Abdurrahman adalah contohnya.
  3. Haul bukan nostalgia. Haul adalah pengingat. Pengingat arah, pengingat nilai, pengingat tujuan.
  4. Ulama’ tidak benar-benar pergi. Selama ajarannya hidup, mereka tetap hidup di hati murid.
  5. Majelis yang baik adalah yang mengubah hati, bukan hanya mengumpulkan orang.
  6. Rindu yang muncul karena majelis ilmu adalah rindu yang paling menenangkan.

Catatan-catatan kecil itu mungkin terlihat sederhana. Tetapi itulah kekuatan yang di dapat saat menghadiri haul: ia tidak memberi kejutan besar, melainkan perubahan kecil yang terus mengalir dalam diri.

7. Kesimpulan

Ali Zain Aljufri
Ilustrasi: Penulis mengambil pelajaran penting hadir dalam acara Haul Habib Salim As-Syatiri dan Habib Abdurrahman Ba’abud

Haul ke-8 Habib Salim As-Syatiri dan Haul ke-5 Habib Abdurrahman Ba’abud adalah majelis yang bukan hanya menghidupkan kenangan, tetapi menghidupkan hati. Dua ulama’, dua karakter, dua pendekatan namun satu tujuan: membawa manusia mendekat kepada Allah dengan cara yang lembut dan benar.

Bagi para alumni beliau, pecinta habaib, pecinta ulama dan penuntut ilmu, haul ini membantu mereka menjernihkan pikiran, memperbaiki kesalahan dan mengingat kembali kenangan masa lalu.

Pada akhirnya, haul mengajarkan kita satu hal penting: bahwa kehidupan yang baik tidak diukur dari lamanya hidup kita, namun dari jejak-jejak spiritual yang kita tinggalkan. Kedua sosok ini telah melakukan sesuatu yang akan membekas di benak dan perasaan banyak orang.

Setelah membaca tulisan ini, pelajaran apa dari kedua guru mulia itu yang akan Anda hidupkan kembali dalam diri Anda hari ini?

Ali Zain Aljufri
Ali Zain Aljufri Motivator di Komunitas Ngopi Cangkir

Post a Comment

Ruang Iklan 300 px × 50 px
Ruang Khusus Iklan 970 px × 90 px