Prinsip
mendasar dalam hidup berumah
tangga adalah saling berinteraksi secara baik serta saling menghormati dan menghargai. Setiap
permasalahan yang mengemuka, diatasi dengan cara yang santun dan kepala dingin. Hal ini
sesuai dengan tuntunan
yang terdapat dalam surah an-Nisaa ayat 19: “Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Akan tetapi, hidup berumah
tangga tak selalu mulus. Ada kalanya senang, terkadang pula suram akibat perselisihan pandangan
tentang satu dan lain hal. Itulah seni berkeluarga. Ketika
perbedaan dan masalah
timbul, di saat emosi
kedua belah pihak memuncak, sering kali rasa marah mengalahkan logika dan nurani. Kata-kata kasar pun
mudah terucapkan. Bukan hanya di
pihak lelaki, melainkan juga perempuan. Dalam suasana apa pun, baik
muncul masalah maupun tidak, seyogyanya kata-kata kasar itu tidak terucap.
Mengumpat kepada suami atau sebaliknya merupakan perbuatan yang tercela.
Menurut hadits riwayat Abdullah bin Masud, berkata
kasar dan jelek kepada suami adalah bentuk kefasikan. Tindakan
itu semestinya dihindari oleh siapa pun, tak terkecuali istri kepada suami. Mencela
atau memaki, sebagaimana ditegaskan hadits dari Abdullah bin Masud dalam
riwayat yang lain, tidak termasuk karakter seorang mukmin.
Setiap masalah yang terjadi dan berdampak pada gesekan antar keduanya,
harus diselesaikan
dengan bijak, bukan dengan
umpatan dan kata kasar. Namun, menurut
Syekh Shalih Ibn al-Utsaimin, jika suami berlaku kasar dan cenderung jauh dari ketaqwaan, istri berhak untuk tidak
memenuhi sejumlah kewajibannya sebagai pendamping. Misal,
bila suami suka bermaksiat:
“Barang siapa
yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.”
(QS al-Baqarah : 194)
Namun, tetap
dalam koridor yang diperbolehkan. Dan,
terakhir kali kekerasan
fisik ataupun nonfisik
berupa ucapan-ucapan tak sedap di telinga atau perasaan, bukan cara yang tepat
dalam mengurai masalah rumah tangga. Saling terbuka, hormat-menghormati, dan
tetap menjaga etika kala
menghadap persoalan. Membalas keburukan dengan kebaikan adalah keutamaan yang
tak ternilai harganya, sekalipun memang sulit dilakukan.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara
yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS.
Fusshilat: 34)
Ketaqwaan yang berwujud pada pengabdian tulus
seorang istri, akan berbalas setimpal, yakni ganjaran surga kelak. Maka,
berhati-hatilah para istri agar tidak gampang mengeluarkan perkataan kasar atau
tak patut kepada suami. Posisi suami,
dalam hidup berumah tangga, harus dihormati. Sejumlah keutamaan yang mereka miliki
mestinya menuntun bahtera rumah tangga ke arah ridha Allah Subhannahu Wa Ta’ala. Taatlah
kepada suami. Seandainya, kata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya yang dinukilkan oleh Imam at-Tirmidzi:
“Ada sosok yang lebih pantas untuk bersujud di hadapannya, maka
niscaya kepada suamilah seorang istri itu dituntut bersimpuh.”
Title : Pentingnya Menahan Amarah Bagi Seorang Istri
Description : Prinsip mendasar dalam hidup berumah tangga adalah saling berinteraksi secara baik serta saling menghormati dan menghargai . Setiap perm...