K.H.
Ahmad Dahlan sebagai ulama’, intelektual yang memiliki wawasan kebangsaan yang
luar di anggab sebagai sang Mujaddid (pembaharu). Gagasan-gagasan K.H. Ahmad
Dahlan di anggap oleh sebagian orang-orang Muhammadiyah sebagai sesuatu yang
memberikan pencerahan, yaitu usaha kembali memurnikan ajaran islam. Sebab,
akidah umat islam nusantara, khususnya tanah Jawa tidak sesuai dengan akidah,
terkontaminasi dengan Tahayyul, Bidah, dan Khurafat. Inilah yang menjadi
alasan kalangan pengikut Muhammadiyah, sehingga umat Islam nusantara perlu
diluruskan.
|
Foto: K.H. Ahmad Dahlan |
Jika dikaji dan ditelurusi lebih dalam,
ternyata akidah K.H. Ahmad Dahlan itu sama dengan keyakinan guru-gurunya,
seperti Syekh Sholeh Darat, Sayyid Abu Bakar As Syata’, Syekh Ahmad Khotib
Minangkabawi. Apalagi, buku tulisan tangan Arab Pegon K.H. Ahmad Dahlan juga
mengisaratkan kalau beliau ber-akidah Al-Syairoh dan Maturidiyah. Begitu juga
dengan karya-karya ulama’ klasik, seperti Syekh Sirajudin Abbas, juga juga
mengisaratkan bahwa akidah dan madhab K.H. Ahmad Dahlan itu sama dengan
guru-gurunya. Bahkan, madzhab fikih beliau juga jelas mengikuti Imam Syafii.
Apalagi kitab-kitab manuskrip (tulisan tangan K.H. Ahmad Dahlan) masih ada, dan
bisa di baca hingga saat ini. Itu bisa menjadi bukti otentik, bahwa K.H. Ahmad
Dahlan itu akidahnya Al-Syairoh dan Maturidiyah, sedangkan Madzhabnya mengikuti
Imam Al-Syafii. Dengan begitu, anggapan bahwa akidahnya K.H. Ahmad Dahlan itu
selaras dengan Syekh Abduh, Syekh Abdul Wahhab, Ibn Taimiyah, dan Ibn Qoyyim
Al-Jaziyah bisa dipatahkan. semua itu terkesan di paksakan, agar supaya terasa
berbeda dengan gerakan Nahdiyah (NU).
Jika K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) di anggap mengikuti pemikiran Abduh, yang
menurut kajian Harun Nasution adalah “neo-Mu’tazilah”. Anggapan
ini salah kaprah, bahkan terkesan mengada-ngada, dalam istilah bahasa Arab
disebut dengan Bidah Pemikiran Muhammadiyah. Arbiyah Lubis dalam disertasinya
membuktikan, bahwa sepanjang persoalan teologi (akidah), Muhammadiyah tidaklah
mengikuti Abduh sama sekali.1 Lubis berkesimpulan bahwa tidak ada
kesamaan di antara keduanya.
Muhammad Abduh bersifat rasional yang lebih dekat dengan Mu’tazilah, sedangkan
teologi K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) bersifat tradisonal, lebih dekat dengan
teologi Asy’ariyah.2 Dengan demikian, antara Muhammadiyah dan Nahdhatul
Ulama’ itu memiliki kesamaan di dalam masalah akidah (teologi).
Apalagi jika melihat beberapa kitab Himpunan Putusan Madjlis Tardjih
Muhammadiyah, thn, 1968-1969. Dalam kitab tersebut, Majelis Tarjih Muhammadiyah
mengambil dan menukil salah nama ulama besar yang ber-teologi Asya’riyah, yaitu
Syekh Abu Mansur Al-Bagdadi.3 Dalam catatan Putusan Dewan Tardjih
Muhammadiya di tulis: ”Berkata Abu Mansur Bagdadi di dalam kitab Al-Farqu baina
Al-Firoq.4 Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam mengatakan: Sesungguhnya orang-orang Bani Israil itu telah telah
berpecah belah menjadi 71 golongan, dan umatku nanti akan berpecah belah
menjadi 72 golongan, kesemuanya itu dalam Neraka, kecuali satu golongan”.5
Antara informasi yang berkembang dan realitas dalam tulisan K.H. Ahmad Dahlan
tidak sesuai. Dengan demikian, ada orang-orang terntentu atau usaha secara
tersembunyi yang di lakukan secara sengaja merubah ajaran K.H. Ahmad Dahlan
serta tata cara ibadahnya (Madzhab). Tujuan utamanya ialah karena ada unsur
politik, artinya jangan sampai antara K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari
bersatu. Sebab, persatuan antara dua kekuatan islam yang besar itu bisa
menjadikan Indonesia menggunakan syariat islam.
Dengan begitu, bagaimana supaya dua kekuatan Nahdhatul Ulama’ dan Muhammadiyah
tetap terkesan berbeda dan bersembarangan akidah dan tata cara ibadahnya.
Khususnya masalah amaliyah ubudiyah sehari-hari. Qunut, Dua Adzan Jum’at,
bacaan basamlah dalam surat Al-Fatihah, sholat Tarawih 20 rakaat, ziarah
kubur, tahlilan, dan istighosah. Padahal, K.H. Ahmad Dahlan melakukanya,
sementara para pengikutnya justru menganggap itu semua bid’ah (mengada-ngada)
alias tersesat.
Rupanya, golongan tertentu itu sengaja melesrtarikan perbedaan itu, dengan
tujuan agar supaya kedua kelompok itu terus bertengkar dan selamanya berseberangan.
Sebab, jika kedua kelompok, antara Muhammadiyah (K.H. Ahmad Dahlan) dan K.H.
Hasyim Asy’ari (Nahdhatul Ulama’) itu bersatu, maka kekuatan Islam di negeri ini
akan kuat dan tidak mungkin dikalahkan oleh kekuatan politik mana-pun.
Sebisanya mungkin, antara gagasan K.H. Ahmad Dahlan dan Gagasan K.H. Hasyim
Asy’ari terus menerus diangkat agar para pengikutnya semakin panas, kemudian
saling bertikai (www.wisatahaji.com). Ringkasan dari naskah Membumikan
Gagasan K.H. Ahmad Dahlan yang di Tulis oleh Abdul Adzim Irsyad .
Catatan Kaki:
- Syafii Maarif. Dr. 2000. Hubungan Muhammadiyah dan Negara: Tinjauan Telogis.
Yang di tulis dalam buku Rekontruksi Gerakan Muhammadiyah pada Era
Multiperadaban (UII Press-Jokjakarta) hlm 13.
- Syafii Maarif. Dr. 2000. Hubungan Muhammadiyah dan Negara: Tinjauan Telogis.
Yang di tulis dalam buku Rekontruksi Gerakan Muhammadiyah pada Era
Multiperadaban (UII Press-Jokjakarta) hlm 13.
- Abu Mansur Abd Qahir bin Tahir Al-Baghdadi (m.429/1037). Beliau salah satu dari
sekian ulama yang ber-teologi Al-Asyairah yang membela sunnah Rosulullah SAW
atas serangan-serangan Mu’tazilah dan Syiah.
- Himpunan Putusan Madjils Tardjih Muhammadiyah.1969. Ditanfidzkan dan
diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muahammadiyah) hlm 21.
- (Hadits Riwayat Imam Tirmidzi).
Title : Mengenal K.H. Ahmad Dahlan Lebih Detail
Description : K.H. Ahmad Dahlan sebagai ulama ’ , intelektual yang memiliki wawasan kebangsaan yang luar di anggab sebagai sang Mujaddid (pembaharu). Gaga...