Sobat saya di
manapun anda berada, pada kesempatan ini saya akan coba mengulas sebuah realita
kehidupan sekitar kita. Ialah sebuah fenomena di saat seseorang remaja atau
mereka yang pada umumnya dewasa. Tidak heran bilamana sering kali kita jumpai
sosok seorang remaja mencapai waktu dewasa sebelum usianya atau bahkan orang
dewasa terlalu kekanak-kanakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
- Hilangnya
seseorang yang mampu memotivasi.
- Kurangnya kepercayaan
diri.
- Lingkungan yang
serasa asing.
- Tidak adanya
inspirasi dari sekitar, selain hal negatif.
Beberapa faktor
di atas adalah contoh nyata yang saya lihat. Oleh karenanya saya akan coba
menguraikannya pada tulisan ini.
Hilangnya
seseorang yang mampu memotivasi
Dalam hidup ini
kita sangat memerlukan yang namanya motivasi. Karena motivasi ini adalah bagian
dari jembatan menuju langkah masa depan yang mengagumkan. Namun tak sedikit
dari kita yang kurang memahami dan terasa acuh dengan hal bernama “Motivasi”
ini sendiri. Mengapa? Dilihat dari survey
saya sendiri di lapangan, banyak kalangan yang mengecam motivasi. Beberapa
alasan yang mereka ungkapkan lebih banyak menyentuh pada sikap rasisme. Di mana
seseorang anti motivasi ini mengecam tokoh-tokoh motivator, seperti: Mario
Teguh.
Saya menjumpai
di Facebook sebuah Fanspage atau Halaman
Suka yang diberi nama “Anti Motivasi”, “Anti Mario Teguh”, dsb.
Apa maksud semua ini? Logika saja ya, bukan saya bermaksud fanatik atau apalah
itu. Kalau anda tidak ingin diberi motivasi, it’s ok! Tapi ingat, anda tidak berhak menghakimi dan menghalangi mereka
yang ingin dimotivasi. Apa alasan anda menghalangi? Berikut ini adalah beberapa
alasan yang di ungkapkan mereka yang anti motivasi:
- Perkataan yang
terlalu memudahkan tanpa memperhatikan orang lain.
- Perkataan atau
kalimat yang diucapkan serasa mendahului Robbal ‘Alamiin.
- Nilai keagamaan
serasa ditutupi dengan inspirasi yang dibagikan.
- Sikap humor
yang di tunjukan mengarah pada lelucon kuno (dalam bahasa gaul serasa garing).
- Terlalu
berbelit dan banyak mengkiaskan.
Oleh karena
beberapa pertanyaan diatas, maka saya akan menjawab alasan anti motivasi tadi.
Berikut ini adalah jawaban saya:
Perkataan yang
terlalu memudahkan tanpa memperhatikan orang lain
Dalam hal ini
seorang motivator dituntut untuk jeli dalam menanggapi masalah orang lain.
Setiap orang terlahir dengan berbagai sikap yang berbeda, demikian pula masalah
yang dialami. Nah, sekarang bagaimana cara si orang tadi menyelesaikan
permasalahan hidupnya melalui motivator? Jelas terlihat kualitas motivator itu
dipertanyakan dan wajib di tunjukan kepada si orang yang memiliki masalah tadi.
Jadi, saya rasa
“perkataan yang terlalu memudahkan tanpa memperhatikan orang lain” ini
hanyalah alasan bagi mereka yang tidak memahami masalah orang satu dengan orang
yang lain. Andaikata perkataannya terlalu sulit dicerna, lantas akankah
dijadikan sebagai alasan mengecam motivator juga?
Perkataan atau
kalimat yang diucapkan serasa mendahului Robbal ‘Alamiin
Dalam hal ini
saya rasa ini adalah alasan bagi mereka yang pesimis menjadi orang biasa lalu
ingin berubah menjadi orang biasa. Mengapa? Sebab seorang motivator tidak akan
mampu berkata dan menginspirasi orang lain apabila dalam hatinya tidak pernah
bersyukur kepada Robbal ‘Alamiin dan mengatakan:
“Ya Robb, atas
berkat rahmatmu hamba kini mampu memberikan inspirasi kepada mereka yang
membutuhkan. Dan hamba ingat Ya Robb, atas berkat anugerah berupa pengalaman
dalam hidup hamba menjadi sekarang ini.”
Setidaknya do’a
diatas mewakili hati dari setiap motivator. Mengapa? Sebab saya ini juga
menjadi motivator. Bukan karena kesuksesan yang saya bangun, akan tetapi karena
kegagalan saya menempuh pendidikan menjadikan saya memperoleh sikap seperti
sekarang ini. Saya tidak meminta apa-apa kepadanya selain:
“Ya Robb,
terima kasih atas segala yang Engkau berikan. Izinkanlah hamba tetap pada sikap
ini Ya Robb. Semoga saya senantiasa Istiqomah membangun sebuah kepantasan yang
membanggakan.”
Nilai keagamaan
serasa ditutupi dengan inspirasi yang dibagikan
Saya rasa
seorang motivator tidak harus menunjukan identitas keagamaannya. Karena banyak
sosok yang bangga dengan identitas keagamaan justru merusak kaidah dan inti
pengajaran serta pengamalan agama itu sendiri. Entah kelas santri, bahkan Ulama’
tertinggi sekalipun di zaman ini. Banyak dari mereka bukannya mengamalkan “Ayat
Kursi” justru sebaliknya “Mencari Kursi”. Yang lebih parah banyak
yang sibuk meluangkan waktu “Membaca Koran” daripada “Membaca Qur’an”.
Motivator harus
memahami masalah orang lain tanpa menitikberatkan agama yang dianutnya. Lain
halnya dengan seorang motivator yang latar belakang keagamaannya memang kental,
seperti Alumni Ponpes atau Lulusan Sekolah Agama Lainnya. Jadi tak masuk akal
apabila alasannya “nilai keagamaan serasa ditutupi dengan inspirasi yang
dibagikan”. Mengapa? Sebab ini merupakan salah satu nilai luhur yang
terkandung dalam Pancasila, di mana seorang motivator menjunjung sila pertama “Ketuhanan
Yang Maha Esa” dan mengacu pada sila ke tiga “Persatuan Indonesia”.
Sikap humor
yang di tunjukan mengarah pada lelucon kuno (dalam bahasa gaul serasa garing)
Menurut saya
inilah cara termudah melakukan riset di negara kita. Yakni sebuah riset
seberapa jauh kualitas humor masyarakat Indonesia pada umumnya? Rendah, sedang,
atau baik? Saya sering kali melihat tatkala seorang motivator memberikan
selingan berupa humor, sedikit sekali yang tertawa. Berbeda dengan saat artis
OVJ, YKS, dsb. saat menyampaikan humornya, banyak sekali yang tertawa bahkan
tak sedikit dari kita mencontohkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sini
terlihat jelas bahwa selera humor masyarakat Indonesia masih banyak yang rendah
akan ilmu. Karena apa? Seorang motivator memberikan selingan humornya ini
syarat akan nilai keilmuan tinggi dan menggoda para pendengar atau pembaca
untuk sejenak berfikir. Dan tatkala sang motivator menjabarkan, barulah kita
menyadari betapa luasnya keindahan bahasa yang kita miliki ini. Sampai satu
kata saja bisa diplesetkan menjadi beberapa kata.
Terlalu berbelit
dan banyak mengkiaskan
Zaman sekarang
ini banyak anak yang memiliki pola fikir luas. Sebab adanya teknologi yang
mendukung menjadikan mereka yang semula kurang tahu menjadi tahu. Alasan “terlalu
berbelit dan banyak mengkiaskan” menurut saya hanyalah cara yang dilakukan
untuk memutar balikan alasan pertama yakni “perkataan yang terlalu
memudahkan tanpa memperhatikan orang lain”. Jelas sudah bahasa yang
dinyatakan berbelit dan banyak mengkiasakan hanya berlaku bagi mereka yang
kualitas pemikirannya bagus dan mampu mencerna. Ini adalah tindak lanjut dari “perkataan
yang terlalu memudahkan tanpa memperhatikan orang lain” yang pada aslinya
adalah ”bahasa yang mudah dicerna dan difahami orang lain”.
Itulah tadi
beberapa jawaban saya seputar alasan orang yang anti motivasi dan motivator.
Dari sini semoga kita bisa mengetahui bahwa betapa pentingnya motivasi dalam
pembangunan karakter dan sikap seseorang dalam menghadapi permasalahannya. Dan ingat
bahwa tiap permasalahan mampu diselesaikan tergantung seberapa tanggap anda dan
mereka yang terlibat dalam masalah tadi. Apabila anda merasa sudah memberi
solusi dan melakukan penyelesaian, maka tinggal menunggu sikap mereka yang
terlibat. Mampukah mereka memiliki sikap seperti anda dengan ikhlas dan tanpa
mengungkit permasalahan yang terjadi di kemudian hari? Hal ini yang sepatutnya
jadi pekerjaan rumah kita masing-masing.
Oleh karenanya
Sobat, apabila anda menemui seseorang kehilangan sosok yang sering memotivasi,
maka jadilah penggantinya. Apabila anda tak mampu, setidaknya tampunglah
sejenak keluh kesahnya. Apabila anda benar-benar tak mampu menampung keluh
kesahnya, berikan waktu untuk menyeka air matanya. Dan bila masih belum mampu
pula, setidaknya buatlah dia terhibur dan merasa nyaman dengan anda.