Malam pengantin bagi pasangan suami istri hendaklah penuh dengan suasana kelembutan, kasih sayang dan kesenangan. Malam yang menghubungkan suami dengan istrinya dengan tali kasih sayang dan cinta dan dapat menghilangkan kecemasan dan ketakutan serta menjadikan istrinya merasa tenang dengannya. Berikut beberapa adab yang disebutkan di dalam warisan kita untuk membentuk kehidupan baru, semoga bermanfaat:
|
Ilustrasi: Pasangan Suami Istri |
1.Kebenaran
niat
Hendaklah niat
suami istri untuk menikah adalah untuk menjaga kehormatannya, berdasarkan sabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Tiga orang
yang memiliki hak atas Allah menolong mereka : seorang yang berjihad di jalan
Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian antara dirinya dengan tuannya)
yang menginginkan penunaian dan seorang menikah yang ingin menjaga
kehormatannya.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Abu
Hurairah)
2. Berhias dan
mempercantik diri.
Hendaknya
seorang istri mempercantik dirinya dengan apa-apa yang dibolehkan Allah Subhannahu
Wa Ta’ala. Pada dasarnya hal ini dibolehkan kecuali terhadap apa-apa yang
diharamkan oleh dalil seperti mencabuti alis dan bulu diantara keduanya atau
mengeroknya, menyambung rambut dengan rambut lain, mentato, mengikir gigi agar
lebih cantik. Diharamkan baginya juga mengenakan pakaian yang diharamkan baik
pada malam pengantin maupun di luar malam itu. Diperbolehkan baginya menghiasi
dirinya dengan emas dan perak sebagaimana biasa dikenakan kaum wanita. Begitu
juga dengan si suami hendaknya memperhias dirinya untuk istrinya karena hal ini
merupakan bagian dari menggaulinya dengan cara yang baik. Firman Allah Subhannahu
Wa Ta’ala:
وَلِلرِّجَالِ
عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
Artinya : “Akan
tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” (Q.S.
Al Baqarah : 228)
Namun demikian
hendaknya upaya menghias diri ini tetap didalam batasan-batasan yang
dibenarkan. Tidak dibolehkan baginya mengenakan cincin emas kecuali perak.
Tidak dibolehkan baginya mencukur jenggot, memanjangkan pakaiannya hingga ke
tanah, mengenakan sutera kecuali tehadap apa-apa yang dikecualikan syari’at.
3. Lemah lembut
terhadap istrinya saat menggaulinya
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad didalam al Musnad dari Asma binti Yazid bin as Sakan
berkata “Aku pernah merias Aisyah untuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
lalu aku mendatangi beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengajaknya untuk
melihat kecantikan Aisyah. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pun mendatanginya
dengan membawa segelas susu lalu beliau meminumnya dan memberikannya kepada
Aisyah maka Aisyah pun menundukkan kepalanya karena malu. Maka aku menegurnya. Dan
aku katakan kepadanya: “Ambillah (minuman itu) dari tangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam.” Maka Aisyah pun mengambilnya lalu meminumnya sedikit.”
4. Mendo’akan
istrinya.
Hendaklah suami
meletakkan tangannya di kening istrinya dan mengatakan seperti yang disabdakan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Apabila
seorang dari kalian menikah dengan seorang wanita atau membeli seorang pembantu
maka hendaklah memegang keningnya lalu menyebut nama Allah Azza Wa Jalla dan
berdo’a memohon keberkahan dengan mengatakan : Allahumma Innii Asaluka Min
Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma
Jabaltaha Alaih (Wahai Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya
dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung
kepada-Mu daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya.)”
5. Melaksanakan
shalat dua rakaat
Diriwayatkan
Ibnu Syaibah dari Ibnu Masud, dia mengatakan kepada Abi Huraiz:
“Perintahkan
dia untuk shalat dua rakaat dibelakang (suaminya) dan berdoa: Allahumma
Barik Lii fii Ahlii dan Barik Lahum fii. Allahummajma’ Bainanaa Ma Jama’ta bi
Khoirin wa Farriq Bainana idza Farroqta bi Khoirin (Wahai Allah berkahilah
aku didalam keluargaku dan berkahilah mereka didalam diriku. Wahai Allah
satukanlah kami dengan kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau menghendaki
(kami) berpisah dengan kebaikan pula.)”
6. Apa yang
dikatakan ketika melakukan jima’ atau saat menggauli istrinya?
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila
seorang dari kalian mendatangi istrinya maka hendaklah dia berdo’a: Allahumma
Jannibna asy Syaithon wa Jannib asy Syaithon Ma Rozaqtana (Wahai Allah
jauhilah kami dari setan dan jauhilah setan dari apa-apa yang Engkau rezekikan
kepada kami. Sesungguhnya Allah Maha Mampu memberikan buat mereka berdua seorang
anak yang tidak bisa dicelakai setan selamanya.)”
7. Diharamkan
baginya menyiarkan hal-hal yang rahasia diantara suami istri
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dari Asma binti Yazid yang saat itu duduk dekat Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersama dengan kaum laki-laki dan wanita lalu beliau Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Bisa jadi
seorang laki-laki menceritakan apa yang dilakukannya dengan istrinya dan bisa
jadi seorang istri menceritakan apa yang dilakukannya dengan suaminya.” Maka
mereka pun terdiam. Lalu aku bertanya: ”Demi Allah wahai Rasulullah
sesungguhnya kaum wanita melakukan hal itu begitu juga dengan kaum laki-laki
mereka pun melakukannya.” Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah
kalian melakukannya. Sesungguhnya hal itu bagaikan setan laki-laki berhubungan
dengan setan perempuan di jalan lalu (setan laki-laki) menutupi (setan
perempuan) sementara orang-orang menyaksikannya.”
8. Berwudhu
diantara dua jima’ meskipun mandi adalah lebih utama
Apabila seorang
laki-laki menggauli istrinya lalu dia ingin kembali mengulanginya maka yang
paling utama baginya adalah berwudhu sehingga dapat mengembalikan tenaganya,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Said al Khudriy berkata:
“Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda: Apabila seorang dari kalian menggauli istrinya
kemudia dia ingin mengulanginya lagi maka berwudhulah diantara kedua (jima)
itu.”
Didalam sebuah riwayat:
“Seperti wudhu hendak shalat.” (H.R. Muslim) Abu Naim menambahkan: “Sesungguhnya
hal itu akan mengembalikan tenagannya.”
Mandi lebih
utama, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Rafi’ bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam mengelilingi para istrinya dan mandi ketika (hendak menggauli) istri
yang ini dan juga dengan yang istri ini. dia berkata,”Aku bertanya
kepadanya,’Wahai Rasulullah apakah tidak cukup hanya dengan sekali mandi?’
beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab,”Ini lebih suci. Lebih wangi dan
lebih bersih.”
Seyogyanya bagi
orang yang ingin tidur dalam keadaan junub hendaknya berwudhu dengan wudhu
seperti untuk shalat terlebih dahulu, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan
Muslim dari Ibnu Umar bahwa Umar berkata: “Wahai Rasulullah apakah seorang dari
kami tidur sementara dia dalam keadaan junub?’ beliau Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab: “Ya, hendaklah dia berwudhu.” Didalam sebuah riwayat lain: “Berwudhu
dan cucilah kemaluanmu lalu tidurlah.”
Wudhu ini
merupakan sebuah anjuran dan bukan sebuah kewajiban, sebagaimana diriwayatkan
oleh Umar ketika bertanya kepada Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Apakah
seorang dari kami tidur sementara dirinya junub?” beliau Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab: “Ya dan hendaklah dirinya berwudhu jika mau.”
Diriwayatkan
oleh Ashabus Sunan dari Aisyah berkata:
“Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam pernah tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air hingga
dia terbangun setelah itu dan mandi.”
Dibolehkan pula
untuk bertayammum, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari Aisyah berkata:
“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam jika dirinya junub dan hendak tidur
maka dia berwudhu atau bertayammum.”
9. Mandi
berduaan
Dibolehkan bagi
suami istri untuk mandi secara bersama-sama dalam satu wadah, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Aisyah berkata:
“Aku mandi
bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dari satu wadah antara diriku
dengan dirinya. Tangan kami saling bergantian berebutan sehingga aku mengatakan:
Tinggalkan (sedikit air) buatku. Kami berdua dalam keadaan junub.”
Dari hadits
diatas maka diperbolehkan keduanya telanjang dan saling melihat aurat satu
dengan yang lainnya. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu
Majah dari Muawiyah bin Haidah berkata:
“Aku berkata: “Wahai
Rasulullah. Apa yang dibolehkan dan dilarang dari aurat kami?” Lalu beliau
menjawab: “Jagalah auratmu kecuali terhadap istri atau budakmu.” Maka
dibolehkan bagi salah seorang dari pasangan suami istri untuk melihat seluruh
badan pasangannya dan menyentuhnya hingga kemaluannya.”
Berdasarkan
hadits ini, karena kemaluan adalah tempat kenikmatan maka dibolehkan melihat
dan menyentuhnya seperti bagian tubuh lainnya.
10. Bersenda
gurau dengan istri
Diperbolehkan
bersenda gurau dan bermain-main dengan istrinya di tempat tidur, sebagaimana
sabdanya Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
“… Mengapa bukan
dengan gadis maka engkau bisa bermain-main dengannya dan dia bisa bermain-main
denganmu.” (H.R. Bukhori dan Muslim)
Dan didalam
riwayat Muslim ditambahkan:
“Engkau bisa
bahagia dengannya dan dia bisa bahagia denganmu.”
Diantara senda
gurau dan mempergaulinya dengan baik adalah ciuman suami walaupun bukan untuk
jima’. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mencium dan menyentuh
istri-istrinya meskipun mereka dalam keadaan haidh atau beliau mencium dan
menyentuhnya meski beliau sedang dalam keadaan puasa.
Sebagaimana
terdapat didalam ash Shahihain dan lainnya dari Aisyah dan Maimunah bahkan juga
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Aisyah berkata:
“Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam mencium sebagian istri-istrinya kemudian beliau keluar menuju
shalat dan tidak berwudhu lagi.”
Ini sebagai
dalil bahwa mencium istri tidaklah membatalkan wudhu.
11. Dibolehkan
‘Azl
Diperbolehkan
bagi seorang suami untuk melakukan ‘azl yaitu mengeluarkan air maninya di luar
kemaluan istrinya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim
dari Jabir bin Abdullah berkata:
“Kami melakukan
‘azl pada masa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan hal ini sampai kepada
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
tidaklah melarangnya.”
Meskipun
demikian yang paling utama adalah meninggalkan ‘azl karena hal itu dapat
mengurangi kenikmatan baginya dan bagi istrinya dan karena hal itu juga dapat
menghilangkan tujuan dari pernikahan yaitu memperbanyak keturunan umat ini,
berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Nikahilah oleh
kalian (wanita-wanita) yang dapat mendatangkan anak lagi mendatangkan kasih
sayang. Sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya (jumlah) kalian dihadapan
semua umat pada hari kiamat.”
Akan tetapi
tidak diperbolehkan bagi seorang muslim melakukan ‘azl selamanya karena dapat
membatasi dan mencegah keturunan.
12. Mengunjungi
kerabat pada pagi harinya
Dianjurkan
baginya pada pagi harinya untuk mengunjungi kaum kerabatnya yang telah memenuhi
undangannya. Berdasarkan hadis Rasulullah bahwa Anas berkata:
“Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam mengadakan pesta saat menikah dengan Zainab. Kaum muslimin dikenyangkan
dengan roti dan daging. Kemudian beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam keluar
menemui ibu-ibu kaum mukminin (istri-istrinya Shalallahu ‘Alaihi Wasallam) dan
mengucapkan salam kepada mereka, mendo’akan mereka dan mereka pun menyambut
salamnya dan mendo’akannya, beliau lakukan itu pada pagi hari setelah malam
pengantinnya.”
Demikianlah
beberapa uraian-uraian mengenai “Bagaiamana Adab Menggauli Istri Sebagaimana Rasulullah?” semoga tulisan ini bermanfaat
buat kita semua, terutama saya sendiri yang masih kategori pengantin baru. Dan
bagi yang belum menikah atau akan segera menikah, semoga tulisan ini bisa
menjadi refrensinya.